Setiap orang Bandung pasti sudah tak asing lagi dengan Jalan Braga. Jalan Braga termasuk salah satu jalan paling tua di Bandung. Sekarang Jalan Braga merupakan salah satu
landmark Bandung, tampilannya semakin dipercantik dengan jalanan yang tidak terbuat dari aspal, tetapi dari batu (biar kayak
jaman baheula meureun nya...). Di kiri kanan jalan suasana
tempo doeloe dipertahankan dengan lampu-lampu penerangan yang klasik, walaupun ada juga beberapa bangunan modern seperti Braga City Walk. Mantep dahh... apalagi yang buat hobi foto-foto kayak saya. Narsis dikit boleh lah... *_^
|
Biar panas terik yang penting eksis... *_^ |
Dulu...
jaman baheula beh ditueuna bareto... Jalan Braga hanya dilalui gerobak yang ditarik kerbau, sehingga disebut
Karrenweg (jalan pedati). Jalannya berlumpur di musim hujan, dan berdebu di musim kemarau. Bila malam hari tiba masih gelap gulita sehingga tidak ada yang berani melewatinya. Ujung utara jalan tersebut merupakan tempat yang paling menyeramkan. Di sana tumbuh pohon-pohon besar seperti beringin dan karet kebo (karena sebesar kebo bunting ukurannya). Pohon karet kebo masih bisa dijumpai di samping kiri gedung BI.
Fungsi dan peran jalan semakin meningkat setelah dibangun
De Grote Postweg (Jl. Asia Afrika sekarang). Toko-toko mulai dibangun. Kemudian Karesidenan Priangan beralih ke Bandung dari asalnya di Cianjur. Bandung semakin berkembang. Nama
Karrenweg dianggap tak lagi cocok, diganti menjadi
Bragaweg.
Nama
Bragaweg menurut kuncen Bandung Haryoto Kunto diambil dari nama perkumpulan
tonil Braga. Ada juga yang mengatakan berasal dari kata
bragadern (= tempat pawai / iring-iringan). Yang jelas pada masa sekarang, setiap
weekend terutama banyak masyarakat yang hobi fotografi memanfaatkan sepanjang jalan Braga untuk
hunting bareng atau sekedar bernarsis ria. Tak sedikit pula yang memanfaatkan suasana Braga untuk foto Pre-Wedding, atau syuting video klip. Yang tak kalah menarik,setiap tahun diadakan Braga Festival yang rameeee....
|
Ini tempat favorit saya di Braga... *_^ |
Buat yang suka lukisan, banyak seniman biasa nongkrong di sini. Buat yang suka kuliner, silahkan mengunjungi Sumber Hidangan.
*Sumber : Her Suganda,
Jendela Bandung, Penerbit Buku Kompas, 2008